Surabaya (beritajatim.com) - Wakil Ketua Umum KADIN Jatim Adik Dwi Putranto menjelaskan kronologis pembelian saham perdana (IPO) Bank Jatim oleh pengurus KADIN Jatim di tahun 2012 silam. Dikatakan Adik, hal ini penting diketahui publik, mengingat Kejaksaan Tinggi Jatim kembali mengusut ulang dana hibah yang diterima KADIN Jatim.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejati Jatim pada 30 Desember 2015 lalu, resmi melakukan penyelidikan ulang penggunaan dana hibah yang berasal dari Pemerintah Provinsi Jatim yang diterima KADIN Jatim. Meski perkara tersebut sudah pernah diperiksa dan sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di pengadilan pada 26 Desember 2015 silam.
“Perkara yang ini, KADIN jilid dua disebut-sebut fokus kepada penggunaan dana hibah untuk pembelian IPO saham Bank Jatim pada bulan Juli tahun 2012. Saya katakan, bahwa tidak benar dana hibah digunakan untuk pembelian saham Bank Jatim. Semua dapat kita jelaskan dengan terang benderang di sini,” beber Adik yang oleh KADIN ditunjuk sebagai tim advokasi hukum.
Yang pertama, lanjut Adik. Pada 4 Juli 2012, pengurus KADIN melakukan rapat. Dipimpin oleh Deddy Suhajadi, wakil ketua umum KADIN. Dihadiri sejumlah pengurus, di antaranya Diar Kusuma Putra, Haries Purwoko, Santoso Tedjo, Mochamad Rizal, Agus Muslim dan Akil Halim. Agendanya adalah menindaklanjuti himbauan Gubernur Jatim agar para pengurus dan anggota KADIN Jatim berpartisipasi membeli IPO saham perdana Bank Jatim. Ketua Umum KADIN Jatim La Nyalla Mahmud Mattalitti tidak turut dalam tersebut karena tidak berada di Surabaya.
“Disepakati di dalam pertemuan itu, para pengurus dan anggota KADIN akan patungan, dengan nominal nilai di kisaran Rp 5 miliar untuk membeli saham perdana itu. Disepakati pula di dalam rapat tersebut, jika pembelian saham oleh pengurus dan anggota KADIN itu diatasnamakan Ketua Umum KADIN Jatim, Pak La Nyalla. Karena memang harus perorangan. Dan KADIN Jatim sebagai organisasi tidak bisa membeli. Rapat selesai, dan teknisnya akan ditindaklanjuti oleh saudara Diar Kusuma Putra,” urai Adik yang juga Ketua Asosiasi Distribusi dan Leveransir (ADIL) Jatim ini.
Yang kedua, pada tanggal 5 Juli malam, Diar Kusuma Putra dihubungi oleh pihak Bank Jatim menanyakan pembelian saham perdana oleh pengurus KADIN Jatim tersebut. Karena batas waktu pembelian saham perdana tersebut 6 Juli 2012. “Hingga tanggal 6 Juli 2012, Diar Kusuma Putra belum memegang dana setoran dari para pengurus dan anggota KADIN Jatim. Secara teknis belum terkumpul. Sehingga Diar berinisiatif meminjam pakai dana hibah KADIN Jatim, yang belum diperlukan untuk kegiatan, sebagai dana talangan sementara pembelian IPO Saham Bank Jatim.”
Ditambahkan Adik, Ketua Umum KADIN La Nyalla tidak mengetahui persoalan ini. Baru pada tanggal 9 Juli 2012, saat La Nyalla berada di Surabaya mengetahui ikhwal pinjam pakai talangan dana hibah tersebut. Kontan La Nyalla meminta KADIN, dengan atas nama dirinya selaku Ketua Umum, untuk membuat surat utang atas dana tersebut. “Karena Pak Nyalla mengetahui bahwa apa yang dilakukan Diar itu salah secara administrasi. Karena itu diterbitkan surat utang. Sekaligus untuk menunjukkan bahwa tidak ada modus dan motif tindak pidana dari penggunaan dana hibah yang dipinjam pakai sebagai talangan sementara itu,” ungkapnya.
Dan setelah itu, sejumlah pengurus dan anggota KADIN Jatim yang berkomitmen membeli saham perdana Bank Jatim mulai menyetorkan uang pribadinya kepada Ketua Umum KADIN Jatim, yang kemudian dikembalikan secara bertahap kepada pengelola dana hibah KADIN Jatim, Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring, sesuai dengan nilai yang dipinjam pakai oleh Diar. Hingga pada 7 November 2012, semua dana hibah KADIN Jatim yang dipinjam pakai oleh Diar senilai Rp.5,3 miliar telah lunas dan utuh kembali.
Yang penting untuk dicatat di sini, ungkap Adik Dwi Putranto, ada empat hal. Pertama, sampai dana itu utuh kembali pada 7 November 2012, tidak ada perkara hukum yang timbul. Artinya tidak dipidanakan pada saat itu, tahun 2012. Kedua, perkara dana hibah KADIN yang diperiksa pada tahun 2015 lalu dan diadili di persidangan pada tahun yang sama, adalah perkara penggunaan dana hibah KADIN Jatim tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014. Artinya dana di tahun 2012 sudah diadili dan inkrah. Bahkan Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring sudah menjadi terpidana selaku pengelola dana tersebut.
Yang ketiga, dana hibah yang dipinjam pakai dan kemudian berubah menjadi piutang KADIN dengan terbitnya surat utang, dan telah dikembalikan itu faktanya sama sekali tidak menimbulkan keuntungan satu rupiah pun kepada pengurus dan anggota KADIN yang memiliki saham Bank Jatim. Faktanya, sesuai laporan pihak sekuritas hingga 31 Maret 2013, tidak ada keuntungan sama sekali. Apalagi dana hibah yang dipinjam pakai sudah kembali utuh pada 7 November 2012. Baru pada bulan April 2013, ada pengurus KADIN Jatim yang memperoleh keuntungan setelah melepas sahamnya.
Yang keempat, Ketua Umum KADIN Jatim La Nyalla hanya digunakan namanya sebagai representasi organisasi dalam pembelian saham tersebut. Faktanya, La Nyalla tidak memiliki satu lembar saham pun. Karena dari total 12.340.500 lembar saham atas nama Ketua Umum KADIN Jatim itu faktanya adalah milik lima orang pengurus/anggota KADIN Jatim.
“Para pemilik saham itu sudah dimintai keterangan oleh Kejati Jatim pada saat penyelidikan perkara KADIN jilid dua ini awal Januari lalu. Dan sudah menyampaikan faktanya. Tapi tiba-tiba 27 Januari 2016 lalu, Kejati menaikkan status penyelidikan menjadi penyidikan. Di dalam KUHAP, penyidikan artinya sudah ada pidana dan alat bukti. Ini yang kami tidak mengerti, pidana apa dan alat bukti apa? Karena itu wajar KADIN Jatim menilai ada upaya kriminalisasi dalam perkara jilid dua ini,” tukas Adik.
Jadi, sambung Adik, jika Kejati Jatim tetap memaksakan perkara ini, maka jangan salahkan pengurus KADIN Jatim bila curiga ada hidden agenda untuk melakukan kriminalisasi terhadap Ketua Umum KADIN Jatim. “Jangan-jangan ini terkait juga dengan perseteruan di PSSI pusat antara Pak Nyalla dengan pemerintah. Maka dicari-carikan untuk menjerat lewat yang lain. Meskipun dipaksakan. Orang bisa berfikir seperti itu. Karena itu wajar para pengusaha di KADIN Jatim resah. Karena hukum bisa menjadi abuse of power dan tidak memiliki kepastian meski perkara sudah inkrah,” pungkasnya.
sumber : beritajatim.com
0 komentar
Post a Comment